Sansu

Owner artikelsansu.blogspot.com


alt Rasionalisme dan Empirisme: Definisi Umum, Tokoh, Hingga Kesimpulan


Secara umum rasionalisme dan empirisme merupakan pandangan filsafat yang ada pada sekitar abad ke-17 yaitu abad pemikiran Renaissance mencapai penyempurnaannya oleh tokoh-tokoh terkenal pada masa itu.


Pada masa tersebut juga dijelaskan dalam buku Sari Sejarah Filsafat Barat II yang ditulis oleh Dr. Harun Hadiwijono bahwa masa tersebut dipandang sebagai sumber pengetahuan yang hanya didapat jika memakai pandangan manusia yang terbagi menjadi 2 aliran pandangan yaitu rasionalisme dan empirisme.


Kedua pandangan tersebut saling bertentangan karena memiliki konsep yang berbeda. Aliran rasionalisme memiliki asumsi bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal). Orang-orang dengan aliran ini menjelaskan kalau pengetahuan hanya bisa diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan ilmiah. Kemudian pengalaman hanya dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang telah didapatkan oleh akal. Secara kasarnya akal tidak memerlukan yang namanya pengalaman. Akal dapat menurunkan fakta atas dasar pertama yang pasti yaitu menggunakan metoda yang dinamakan deduktif. Setelah itu dikemukakan adalah ilmu pasti.


Aliran empirisme memiliki pandangan sebaliknya dengan rasionalisme. Pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, baik itu pengalaman yang batiniah maupun yang lahiriah. Peran akal di sini untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman. Metode dalam pandangan ini adalah induksi. 


1. RASIONALISME

Digagas oleh seorang “Bapa Filsafat Modern” ya Rene Descartes atau Cartesius (1596-1650). Di sini saya tidak akan banyak membahas mengenai latar belakang filsuf ini. Kalian bisa mencari di mesin pencari untuk lebih lanjut mengenai hal ini. 


Ilmu pengetahuan harus mengikuti jejak ilmu pasti. Ilmu pasti menjadi suatu contoh bagi cara mengenal atau mengetahui yang maju. Sekalipun itu ilmu pasti bukanlah metode yang sebenarnya bagi ilmu pengetahuan. Ilmu pasti hanya boleh dipandang sebagai penerapan yang paling jelas dari metode ilmiah. 


Pemikiran rasionalisme mengutamakan pemikiran dan argumentasi rasional dalam mencari sebuah fakta (kebenaran). Diantaranya para rasionalis terkenal lainnya adalah Baruch Spinoza dan Gottfried Leibniz.


Baruch Spinoza (1632-1677) merupakan seorang Yahudi, yang memiliki pandangan yang terlalu liberal sehingga dikucilkan dari Sinagoge (1656). Rasionalisme nya lebih luas dan lebih konsekuen dibanding dengan rasionalisme Descartes. Dimana dalam dunia tiada hal yang bersifat rahasia, karena akal atau rasio manusia telah mencakup segala sesuatu, termasuk juga Allah. Bahkan Allah menjadi sasaran akal yang terpenting.


Mungkin, dalam artian yang lebih dalam Spinoza sebagai suatu filsafat mistik yang mengajarkan tentang nisbah antara manusia dan Allah sebagai tokoh tanpa batas. Mekanika rasional Spinoza hanya merealisasikan suatu usaha untuk merumuskan apa yang telah dialami sendiri dalam pengalaman mistis dengan artian-artian rasional.


Bagi dirinya hanya ada satu sub yaitu apa yang ada pada dirinya sendiri menjadi dasar arti yang mengenainya pada diri sendiri pula, maksudnya adalah pengertiannya tidak memerlukan pengertian dari suatu yang lain dengannya ia harus dibentuk. Jadi sub tersebut adalah sesuatu yang berdiri sendiri, yang tidak bergantung pada apapun. Substansi yang satu ini adalah Allah yang esa, tanpa batas secara absolut.


Di sini kaitannya antara Allah dan alam semesta untuk pertama kali diberi rumusan secara modern. Hakekatnya mencakup juga eksistensi-Nya. Tiap sifat asasinya dengan cara yang sempurna mengungkapkan hakekat atau esensinya yang kekal dan tak terbatas itu. Akan tetapi segala hal yang nyata yaitu dunia yang beraneka raga mini, adalah modi atau cara berada substansi yang satu ini.


Meskipun hakekat Allah ditentukan oleh sifat-sifat asasinya yang tiada batasnya, namun sudah menjadi hal umum manusia sendiri merupakan makhluk terbatas yang hanya dapat mengenal dua sifat asasi Allah, yaitu: pemikiran dan keluasan. Semua realitas yang adalah modi atau cara Allah berada menampakkan diri dalam bentuk keluasan yang individual, yang masing-masing hanya merealisasikan realtias yang tidak lengkap saja. Hal-hal bendawi adalah cara berada Allah di bawah sifat asasi keluasan atau cara berada Allah di dalam ruang. Dan hal-hal bendawi itu sesuai dengan gagasan yang berada di bawah sifat asasi pemikiran, atau dapat juga disebut: cara berada Allah di dalam pikiran. Pada hakekatnya cara Allah berada dalam keluasan dan cara berada-Nya dalam pemikiran adalah satu kesamaan. Yang membedakan keduanya hanya berada pada pengenalan. Pengertian subyektif dan obyektif adalah sama. Dengan kata lain pikiran dan keberadaan adalah sama. Latar belakang pemikiran Spinoza ini adalah pengertian tentang aktivitas. Allah yang tiada batasnya itulah aktivitas yang tak terhingga.


2. EMPIRISME

Dikenal sebagai Filsafat Angloxason yang dibawakan oleh tokoh-tokoh yaitu John Locke, David Hume, dan George Barkeley. Seperti yang telah dikemukakan di atas, pengetahuan diperoleh karena adanya pengalaman. Pengalaan adalah awal segala pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Hanya pengalamanlah yang memberi jaminan akan kepastian.


Pengenalan dengan akal hanya mempunyai fungsi mekanis semata-mata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan pengurangan. Pengenalan dengan akal mulai dengan memakai kata-kata yang hanya merealisasikan tanda-tanda yang menurut adat saja, dan menjadikan roh manusia dapat memiliki gambaran dari hal-hal yang diucapkan dengan kata-kata itu sendiri.


John Locke (1632-1704)


Baginya yang penting bukan memberi pandangan metafisis tentang tabiat roh dan benda, melainkan menguraikan cara manusia mengenal. Oleh sebab itu, Locke menjadi alas ajaran empiristis tentang gagasan-gagasan dan kritik pengenalan.


Menurut Locke, segala pengetahuan datang dari pengalaman. Akal adalah pasif pada waktu pengetahuan didapatkan. Akal tidak melahirkan pengetahuan. Locke tidak membedakan antara pengetahuan indrawi dan pengetahuan akali. Satu-satunya obyek pengetahuan adalah gagasan-gagasan yang timbul karena pengalaman lahiriah (sensation) dan karena pengalaman batiniah (reflection). Sensation mengajarkan tentang hal-hal yang di luar kita, sedangkan Reflection mengajarkan tentang keadaan-keadaan psikis kita sendiri. Obyek-obyek pengalaman lahiriah itu bermula menjadi isi pengalaman, karena dihisabkan oleh pengalaman batiniah. Maksudnya adalah obyek-obyek itu tampil dalam kesadaran. Dengan demikian mengenal adalah cara identic dengan mengenal secara sadar. Di dalam hal ini Locke sama saja dengan Descartes. Segala sesuatu yang berada di luar kita menimbulkan di dalam diri kita ide-ide dari pengalaman lahiriah.


Berdasarkan asas-asas teori pengenalan itu di dalam etikanya Locke menolak adanya arti kesusilaan yang telah menjadi bawaan tabiat manusia. Apa yang menjadi tabiat bawaan manusia hanyalah kecendrungan yang menguasai perbuatannya. Segala kecendrungan itu dapat dikembalikan kepada usaha untuk mendapatkan kebahagiaan. 


Pandangan Locke yang mengenai agama bersifat deistis. Agama Kristen adalah agama yang paling masuk akal dibandingkan dengan agama yang lainnya, karena dogma-dogma yang hakiki agama Kristen dapat dibuktikan oleh akal. Bahkan pengertian “Allah” itu disusun oleh pembuktian-pembuktian. Jadi Locke bukan berdasar pada pengertian “Allah” yang telah ada, lalu pengertian itu dibuktikan, melainkan berpangkal pada fakta keberadaan manusia sebagai makhluk akali yang dapat berdiri sendiri. Dari situlah ia menyimpulkan adanya tokoh akali yang perlu absolut, yang mahakuasa, yaitu Allah sendiri. Tema agama yang alamiah yang popular di abad 18 s.d. 19.


KESIMPULAN


Kedua aliran tersebut sudah lama bertentangan pada awal mula digagas oleh para tokohnya. Dan hingga kini berguna menjadi sarana mempelajari dan mencoba hal-hal yang mengembangkan peradaban manusia. Akal dan Pengalaman. Intinya rasionalisme 1) Mengandalkan geometri/matematika yang memiliki aksioma umum lepas dari pengamatan. Ada ide-ide bawaan pada diri manusia yang ada sejak awal bukan karean pengalaman. 2) Pengamatan pancaindra bisa menipu. Sekali panca indra pernah menipu maka selayaknya kita tidak peracaya. Pancaindera hanyalah dunia gejala yang semu tidak nyata. Memberikan infromasi yang tidak tetap. 3) Menggunakan pendekatan deduktif. Menurunkan pengetahuan particular dari yang umum. 4) Semua pengetahuan adalah pengathuan APRIORI. Jika secara deduksi apriori benar maka benar dengan sendirinya. Sedangkan empirisme 1) Semua Materi pengetahuan berasalan dari pengalaman inderawi 2) Pengalaman manusia dipengaruhi sejumlah kepastian dasar tertentu (dunia eksternal, masa depan, sebab, dll). kepastian ini bagian dari naluri alamiah manusia 3)  Dalam mengathui manusia melakukan proses mental mencakup prose kesan (impresi) dan kedua proses pemikiran/ide 4) Ide-ide meski saling lepas tapi dikelola lebih lanjut oleh akal budi sehingga tampak kesaling terkaitanya dengan menggunakan prinsip Hukum Asosisasi.


References

Poedjowijanto, I.R. 1963. Pembimbing Kearah Ilmu Filsafat. Jakarta.

Russel, Bertrant. 1947. A History of Western Philosophy. London.



Post a Comment