Perihal mengenai cinta sebetulnya sudah dikupas secara filosofis menggunakan sangat apik sang Plato lewat salah satu karya termasyurnya “Symposium” dalam kitab tadi, Plato mengungkapkan makna cinta sebagai ketertarikan atau impian untuk menyatu, penjelsan Plato tentang cinta kuat dugaan diilhami asal cerita dongeng yg dibawakan Aristophanes bahwa semula insan terlahir dengan empat tangan dan empat kaki kemudian dipisahkan oleh Zeus menjadi 2. Karenya cinta artinya kerinduan penyatuan kedua tubuh yang awalnya menjadi satu sebelum dipisahkan. Mitos ini mirip dengan mitologi Hindu wacana dewa-dewi cinta yg menerima eksekusi. ilahi Kamajaya dan Dewi Ratih dihukum oleh Siwa karena merusak pertapaannya, mereka kemudian dihukum turun ke dunia buat saling mencari, melengkapi serta hayati dalam setiap diri insan. terdapat motif penyatuan dibalik mitos tentang ilahi-dewi cinta pada mitologi Hindu tersebut diatas. Seturut dengan itu, Socrates menyebut cinta adalah cara insan menghindari kematian. penjelasan cinta asal Socrates tadi diatas erat kaitannya dengan reproduksi fisik pasca penyatuan cinta lewat kelahiran insan.
Tak hingga disitu, Plato pula memberi ilustrasi aneka macam jenis cinta pada
buku tadi.
Cinta dibagi ke dalam beberpa jenis: Eros, adalah cinta fisik yang sifatnya
sensual, rindu yg dibaluti sensualitas; Philiia artinya cinta menjadi sahabat. Cinta contoh ini
ialah cinta yang tak lagi terikat hanya pada lawan jenis dan jauh asal kata sensualitas,
prinsip cinta Philia ialah kedekatan serta kesetaraan, memberi dan menerima; Agape merupakan
cinta murni cinta yg tidak bersyarat ia artinya cinta yg tidak bermodus, beliau
memberi tanpa meminta menyayangi tanpa berharap kebalikannya. Cinta Agape tak
jarang sebagai sajak romantis semisal istilah klasik “seperti surya menyinari
tanpa kondisi” atau seperti kata-istilah renyah seorang Dilan kepada Milea.
Jenis cinta yg terakhir ialah Storge, jenis cinta ini merupakan cinta alamiah layaknya
cinta orang tua kepada anaknya.
Pada ranah psikologis, Freud memberi penerangan wacana cinta melalui
psikoanalitisnya.
pandangan baru cinta sebagai dorongan biologis menjadi titik awal penerangan
Freud perihal cinta. Teori ini didasari keyakinan bahwa kiprah libido
beroperasi di tingkat bawah sadar, ia menyimpulkan bahwa kita jatuh cinta karena kita mengikuti kebiasaan yang
terkubur di level bawah sadar kita. Gamblangnya, cinta ideal manusia diperoleh dari masa
kecil, khususnya dari kasih sayang kita kepada yang mencintai kita. dalam hubungan
menjadi orang dewasa kita cenderung mencari pengganti cinta dan perhatian yg
pernah diperoleh semasa kecil. penerangan Freud inilah yg kemudian sebagai pijakan penerangan
Cinta dalam kajian Psikoanalisa Jacques Lacan bahwa sejatinya tidak ada cinta murni,
cinta yang ketika ini dirasakan oleh setiap insan sejatinya merupakan deretan cinta usang
(diperoleh berasal alam bawah sadar) dengan cinta baru. Cinta ideal yg menjadi
ilustrasi ketika ini ialah akibat dari ilustrasi cinta masa lalu setiap manusia. Kritik Erick Fromm atas
Degradasi Makna Cinta serta Pengorbanan Akar asal cinta pada “The Art of
Loving” karya Erich Fromm artinya keterpisahan, asing, kesepian, sendiri dan
kegelisahan berakibat cinta permanen hidup serta dibutuhkan menggunakan istilah
lain cinta ialah obat atas kondisi psikologis tadi. penerangan Fromm perihal
cinta tidak kalah universal dibandingkan menggunakan Plato. Ini dapat dipandang
asal arugumen Froom perihal obyek cinta, Fromm bahkan dengan cukup tendensius
menyebut saat seorang pribadi hanya menyayangi satu orang serta mengacuhkan
yang lain, itu bukanlah cinta sebab obyek berasal cinta adalah universal.
karenanya, Fromm mengungkapkan bentuk berasal cinta artinya rasa tanggung jawab, kepedulian, pemahaman wacana orang lain, serta kehendak buat melestarikan lingkungan.
Argumen Fromm wacana cinta secara teoritis bisa ditemukan benang merah
perbedaanya dengan argumen cinta dalam kajian psikoanalisa. Fromm memulai argumennya
menggunakan menyebut bahwa cinta merupakan sesuatu yg wajib dipelajari,
dia bukan pembawaan berasal lahir atau hasil asal kumpulan cinta usang serta
cinta baru yg bersumber berasal cinta ideal sebelumnya. Itulah kenapa keliru
satu unsur terpenting dari cinta berdasarkan Fromm artinya knowledge
(pengetahuan) karena cinta adalah sesuatu yg wajib dipelajari, beliau
tidak tumbuh begitu saja. Pengetahauan ini dibutuhkan guna tahu seluk beluk
diri sebelum sebagai subyek cinta.
Bagaimana pengetahuan pada cinta itu krusial juga nampak asal kritik Fromm atas
kondisi banyaknya manusia galat memposisikan diri pada urusan cinta. Setiap manusia
hendaknya memposisikan diri menjadi subyek bukan sasaran (obyek) cinta. Bila kita
memposisikan diri menjadi obyek adalah pikiran kita terfokus pada bagaimana supaya dicintai.
berbagai cara ditempuh buat membentuk diri dicintai orang bukan dengan belajar bagaimana
mencintai orang lain. Belajar mencintai orang mengantarkan insan menumbuhkan cinta yg membebaskan.
Cinta membebaskan adalah cinta tanpa kondisi karena menyayangi membuahkan insan
terus menumbuhkembangan sifat-sifat memberi yang murni. pada cinta yg membebaskan
ini ada proses menjadi atau terus menumbuhkan cinta murni. tidak selaras Bila kita
memposisikan diri menjadi obyek cinta, cinta semacam ini selain bermakna
dangkal tak jarang juga berubah menjadi cinta mempunyai. Cinta memiliki adalah lawan
dari cinta yg
membebaskan, cinta memiliki acapkali berujung sebagai cinta menjadi penindasan. dengan alasan kamu ialah milikku sebagai wujud cinta, mengakibatkan yang
dicintai terbelenggu, tidak mempunyai kebebasan buat memilih dirinya serta tidak
memberikan kebebasan demi pertumbuhan yang dicintai, tuntutan demi tuntutan lalu menjadi aturan standar yg harus diikuti. Cinta murni sejatinya tidak tumbuh dalam
kondisi semacam ini. Cinta mempunyai ini tidak hanya dangkal tetapi jua pseudo.
Kesalahan Memahami Pengorbanan
Cinta merupakan suatu aktivitas yg aktif. sebab itu, cinta memiliki kebebasan
buat menentukan dirinya dan menyayangi merupakan menyampaikan kebebasan demi
pertumbuhan yang dicintai. Dengankata lain, inti cinta ialah memberi, bukan
mendapatkan. Makna ini sering disalahartikan sebagai cinta itu suatu
pengorbanan. Padahal sejatinya makna pengorbanan adalah saat seorang
menyampaikan cintanya. waktu si pemberi memberi sesuatu, yang hilang dari dirinya
hanyalah keegoisan. Tindakan memberi justru memperkaya si pemberi (secara
batin) sebab bisa menumbuhkan rasa menjadi individu yang bebas serta aktif, memberi
pada kontkes ini justru menumbuhkan kesadaran bahwa si pemberi mempunyai sesuatu
yang berharga dalam dirinya buat diberikan atau dibagi pada orang lain. Aspek yg
paling penting dari memberi ialah kita menyampaikan diri kita, hayati kita,
suka sedih minat serta pengetahuan, pemahaman serta perhatian kita
sebagai subyek cinta. Dewasa ini pengorbanan betul-betul mengalami pengdangkalan makna. Memberi tak
lagi membebaskan, arena menumbuhkan kesadaran dan meniadakan ego. Pengorbandewasa ini dimaknai sebagai tindakan yang harus mendapatkan balasan yang sama. acapkali
kita jumpai orang menyesal berkorban sebab tidak menerima balasan yg sama atau bahkan lebih ekstrem lagi pengorbanan menjadi alasan mengikat seorang. “saya
telah berkorban untukmu cinta, ini semua kulakukan sebab saya mencintaimu”. Kalimat
klise ini membagikan bahwa pengorbanan telah berubah sebagai hukum mengikat buat cinta. Sekali lagi pengorbanan harusnya meniadakan ego sekarang berubah sebagai arena
tumbuhnya ego si pemberi. Pengorbanan yang menuntut balasan yang sama serta
mengikat menggunakan alasan cinta bukanlah pengorbanan tetapi tuntutan.
Pengorbanan semacam ini secara tidak sadar semakin meyuburkan cinta mempunyai
yg sebetulnya melahirkan penindasan terselubung atas nama cinta.
“Kewajiban” memberi coklat, bunga, boneka atau sejenisnya pada hari Valentine
merupakan galat satu model apik asal perkara ini. terdapat semacam tuntutan
setiap pasangan buat menerima atau memberi pemberian sebab pernah
mendapatkan, pernah memberi atau sekedar ungkapan perasaan. Bila tidak memberi
aau mendapatkan hal sama, maka kelak ini akan menjadi alasan relatif tajam bagi
pasangannya bahwa dia tidak berkorban atau memberi perhatian sesuai yang
dibutuhkan. pada kasus semacam ini pengorbanan sudah benar -betul berubah
menjadi arena tumbuhnya ego yg menindas. hadiah kemudian menjadi hukum harus.
Cemburu
Pembahasan sisi lain berasal cinta yaitu cemburu dikupas panjang lebar oleh
Margaret Mead,
seorang antropolog kelahiran Philadelphia. Maed memulai argumennya menggunakan menyebutkan bahwa cemburu merupakan sisi egoistik berasal cinta yg secara kasat
mata memiliki tujuan spesial berasal kepemilikan ekslusif terhadap objek
yang dicintai tetapi Bila ditelusuri lebih jauh tidaklah demikian. Mead
mengakui bahwa rasa cemburu sulit didefinisikan melalui perasaan yg terkandung
pada dalamnya yang terkadang malah lebih condong menjadi takut, sedih dan
membuat malu pada satu sisi dan amarah, curiga serta rasa terhina pada
sisi lainnnya, kita masih mampu mendifinisikan cemburu berdasarkan tujuan serta
kegunaannya.
Sebagai seorang antropolog penjelasan Mead tentang cemburu sangat kental
berlatar belakang perspektif kultural. Mead memberi serentetan argumennya sesuai contoh perkara dari beberapa suku. galat satunya, pada warga yg menekankan
pentingnya keperawanan, seseorang ayah mampu cemburu sebab kehormatan putrinya, tetapi
dalam masalah yang tidak sama, seseorang ayah asal suku Maori yg memberikan
putrinya kepada tamu terhormat, sementara putrinya menolak melayani tamu tersebut
maka norma-tata cara akan memperbolehkan tamu tadi buat mengikat sebatang pohon
dengan tanaman
merambat, lalu menamai pohon tadi menggunakan nama gadis yang menolaknya.
Menyeretnya ke semua desa tuan tempat tinggal dan melampiaskan
kemurkaannya pada pohon itu. Ayah yg demikian, meskipun keperawanan anaknya permanen utuh, akan tetap
tertuntuk memalukan. dalam penjelasan ini Mead hendak mengajak kita semua memulai
mendifinisikan cemburu menjadi kondisi dimana harga diri dan ego yg
terlukalah penyebab timbulnya rasa cemburu. namun demikian, menurut Mead garis
antara kepantasan serta kecemburuan merupakan sesuatu yang menarik, semacam
garis yg luput asal perhatian para pembela rasa cemburu.
Waktu si pemberi menentukan paket bunga ataupun coklat motifnya bukan lagi buat menaklukkan hati pasangannya, namun buat memperbaiki harga diri yang sudah terluka. Konteks ini secara tersirat menyingkap titik dimana oleh pecinta tidak lagi bertindak pada rangka menenangkan pasangan yang dicintainya, tetapi menenangkan harga dirinya dari rasa takut akan kehilangan atau harga diri yg tersakiti. dengan alasan ini pendapat “dia suka Bila laki-laki -laki-laki nya cemburu kepadanya” terasa demikian konyol. Atau kalimat lain yang tidak kalah konyolnya “cemburu indikasi cinta”. Cemburu bukan barometer pengukur seberapa dalam cinta bisa dibaca, tetapi menawarkan seberapa harga diri seorang terluka, serta dia hendak membela harga dirinya bukan menenangkan pasangannya. tidak ada orang lain yg hendak diperjuangkan atau diupayakan kesenangannya sebab cemburu merupakan cara memperbaiki harga diri, dan ego yang terlampau tinggi dari si pencemburu.
BIBLIOGRAFI
Fromm, Erich. 2014. The Art of Loving. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Kriyeh,A.M. 2009. Anatomi Cinta Risalah Jalan Cinta, Arti Cinta dan Kekuatan Cinta. Jakarta.
Komunitas Bambu
Plato. 2017. Simposium. Yogyakarta. Basa Basi
Tresider, Megan. 2009. The Languange of Love and Passion, Anatomi, Bahasa dan Filosofi Cinta.
Surabaya. Selasar publishing
Widodo, Martinus Satya. 2005. Cinta dan Keterasingan Masyarakat Modern. Yogyaka
إرسال تعليق